Idul Fitri dan Konsistensi Ibadah
Ramadhan
selalu lekat dengan Idul Fitri, momen yang menjadi penanda bahwa puasa sebulan
penuh yang dijalani umat Islam di seluruh dunia telah dicukupkan. Idul Fitri
selalu dinanti oleh umat Islam yang menjalankan puasa. Anak-anak, remaja,
dewasa, kaum muda, dan orang tua semuanya larut dalam penantian penuh
kegembiraan menyambut Idul Fitri. Dalam budaya masyarakat Indonesia, Idul Fitri
identik dengan kegembiraan, rasa gembira tersebut diekspresikan dengan beragam
cara mulai dari membeli baju baru untuk lebaran, membuat kue untuk tamu yang
akan berkunjung saat lebaran, sampai melakukan bersih-bersih rumah dan pemakaman.
Tentu semuanya tidak ada yang salah, akan tetapi ada yang lebih penting dari
semua itu, yakni memastikan bahwa memasuki idul Fitri kita termasuk ke dalam
golongan yang bersih secara lahir dan batin dan mampu menjaga konsistensi
ibadah.
Idul Fitri dalam
kacamata orang umum bermakna kembali kepada fitrah. Fitrah manusia adalah
kesucian, kesucian tersebut tergambar saat setiap manusia baru lahir dari rahim
ibunya, bayi yang baru lahir adalah makhluk yang suci, tidak ada noda dosa.
Dalam perjalanannya ketika seorang bayi beranjak menjadi remaja hingga dewasa,
maka dosa mulai bermunculan, boleh jadi tidak terhitung berapa banyak dosa yang
telah diperbuat sepanjang periode tersebut, baik dosa yang yang berhubungan
langsung kepada Allah SWT maupun dosa kepada sesama manusia. Al-Qur’an surah
an-Nahl ayat ke-78 menyatakan kelahiran manusia dari seorang ibu, ketika itu
dia sama sekali tidak mengerti apapun tentang dirinya, sama sekali tidak
memiliki daya melainkan hanya menggantungkan belas kasih dari makhluk-makhluk
sekitarnya, jika tidak demikian maka setiap manusia yang lahir hanya menjadi
makhluk yang sia-sia. Pendengaran, penglihatan dan hati yang dimliliki secara
bawaan akan menjadi daya sesuai dengan perkembangan jasmaninya. Dan daya itulah
yang seringkali menghianati fitrah dirinya dan juga mendurhakai
Penciptanya.
Oleh sebab itu
Ramadhan dihadirkan oleh Allah SWT sebagai momen khusus bagi manusia beriman
untuk mendulang pahala dan bagi para pendosa agar insaf dan berkesungguhan untuk
tidak mengulang kembali, bila ini berhasil dilakukan maka di akhir Ramadhan
manusia akan mencapai predikat taqwa yang menghantarkannya bertemu dengan idul
Fitri dalam kondisi suci sebagaimana fitrahnya saat lahir ke dunia. Tugas berat
berikutnya setelah itu adalah menjaga konsistensi ibadah yang telah dibangun di
bulan Ramadhan, dan konsisitensi itulah yang akan menghantarkan kita kepada
sebaik-baik ibadah sebagaimana pernyataan Rasulullah SAW sebaik-baik ibadah adalah
yang paling kuat menjaga konsisitensinya.
Penting bagi
semua umat Islam untuk memaksimalkan Ramadhan dengan ibadah yang
sungguh-sungguh kepada Allah SWT, Mengapa? Sebab Ramadhan merupakan kesempatan
terbaik untuk mensucikan diri lahir batin, jika kita menggunakan hati dan akal
dengan baik, maka kita pasti akan sampai kepada sebuah kesimpulan bahwa
tindakan tidak memaksimalkan ibadah selama Ramadhan sungguh merupakan perbuatan
sia-sia, pelakunya adalah orang yang merugi. Tidak ada jaminan manusia yang
berjumpa Ramadhan tahun ini masih bisa berjumpa dengan Ramadhan di tahun
mendatang, boleh jadi ini merupakan Ramadhan terakhir kita. Penting melihat
kembali bagaimana Nabi Muhammad SAW dan sahabat beliau memperlakukan ramadhan,
menjelang akhir Ramadhan, Rasulullah dan para sahabat senantiasa dalam keadaan
sedih karena akan berpisah dengan bulan yang mulia, bersedih karena tidak ada
jaminan bahwa mereka akan hidup hingga Ramadhan selanjutnya. Sikap ini yang
mesti menjadi teladan bagi umat Islam hari ini.
Semua manusia
biasa pasti memiliki dosa, semua manusia juga tidak punya keinginan kelak
menghadap Allah dalam keadaan berlumur dosa, sehingga Idul Fitri yang identik
dengan kembali kepada fitrah mesti kita maknai kembali, jangan sampai hanya
sibuk dengan urusan baju lebaran namun lalai beribadah secara maksimal dalam
ramadhan, akibatnya berjumpa dengan Idul Fitri dalam keadaan yang tidak kembali
ke fitrah.
Penulis: Dr. Baeti Rohman, MA.
Ketua Umum DPN ISQI (Ikatan Sarjana Al-Qur'an Indonesia)